Minggu, Maret 08, 2009

HUKUM BISNIS DENGAN SISTIM MLM

Tentu tidak asing lagi dengan bisnis yang satu ini yaitu Bisnis Multi Level Marketing. Bisnis MLM ini cukup banyak di Indonesia baik yang dilaksanakan secara online ataupun offline ( nggak pakai internet gitu ..). Banyak juga berhasil walaupun mungkin (mungkin loh )lebih banyak yang gagal. Gagal dalam artian tidak berhasil mencapai target yang diimpi-impikan. Namun dari keberhasilan dan kegagalan para pebisnis MLM ini banyak orang yang mempertanyakan mengenai hukum berbisnis dengan cara ini. Kemarin tgl 11 Desember 2008 saya membeli sebuah majalah yang membahas tentang Hukum Berbisnis dengan MLM ini.

Berikut Petikan Isi dari Majalah Tersebut

Telah sampai pertanyaan yang sangat banyak kepada Al-Lajnah Ad-Daimah Li Al-Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Ifta (komisi khusus bidang riset ilmiyah dan fatwa. Beranggotakan ulama-ulama terkemuka di Saudi Arabia bahkan menjadi rujukan kaum muslimin di berbagai belahan bumi) tentang aktifitas perusahaan-perusahaan pemasaran berpiramida atau berjejaring (MLM) seperti BIZNAS dan Hibah Al-Jazirah. Kesimpulan aktifitas mereka adalah berusaha meyakinkan seseorang untuk membeli sebuah barang atau produk agar dia juga mampu meyakinkan orang lain untuk membeli produk tersebut demikian seterusnya. Setiap kali bertambah tingkatan anggota dibawahnya(downline), maka orang yang pertama akan mendapatkan komisi-komisi sangat yang mungkin dia dapatkan sepanjang berhasil merekrut anggota-anggota baru setelahnya kedalam daftar para angota. Inilah yang dinamakan dengan pemasaran berpiramida atau berjejaring (MLM).

Jawaban

Lajnah menjawab pertanyaan diatas sebagai berikut :

Sesungguhnya transaksi sejenis ini adalah haram. Hal tersebut karena tujuan dan transaksi itu adalah komisi dan bukan produk. Terkadang komisi dapat mencapai puluhan ribu sedangkan harga produk tidaklah melebihi sekian ratus. Seorang yang berakal ketika dihadapkan diantara dua pilihan, niscaya ia akan memilih komisi. Karena itu sandaran perusahaan-perusahaan ini dalam memasarkan dan mempromosikan produk mereka adalah menampakkan jumlah komisi yang besar yang mungkin didapatkan oleh anggota dan mengiming-imingi mereka dengan keuntungan yang melampaui batas sebagai imbalan.dari modal yang kecil yaitu harga produk. Maka produk yang dipasarkan oleh perusahaan-perusahaan ini hanya sekedar label dan pengantar untuk mendapatkan komisi dan keuntungan. Tatkala ini adalah hakikat dari transaksi diatas, maka dia adalah haram karena beberapa alasan.:

Pertama: transaksi tersebut mengandung riba dengan dua jenisnya; riba fadhal (penambahan pada salah satu dari dua barang ribawy (yaitu barang yang berlaku pada hukum riba) yang sejenis pada transaksi yang kontan.) dan riba nasi’ah (transaksi antara dua jenis barang ribawy yang sama sebab ribanya dengan tidak secara kontan). Anggota membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar darinya. Maka ia adalah barter uang dengan bentuk tafadhul (ada selisih nilai) dan ta’khir (tidak cash). Dan ini adalah riba yang diharamkan menurut nash (Al-Qur’an dan Sunnah) serta kesepakatan para ulama. Produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanya sebagai kedok untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota (untuk mendapatkan keuntungan dari pemasarannya), sehingga (keberadaan produk) tidak berpengaruh dalam hukum (transaksi ini).

Kedua : ia termasuk gharar (apa yang belum diketahui akan diperoleh atau tidak, dari sisi hakikat dan kadarnya) yang diharamkan menurut syariat, karena anggota tidak mengetahui apakah dia akan berhasil mendapatkan jumlah anggota yang cukup atau tidak? Dan bagaimanapun pemasaran berjejaring atau berpiramida itu berlanjut dan pasti akan mencapai batas akhir yang akan berhenti padanya. Sedangkan anggota tidak tahu ketika bergabung kedalam piramida, apakah dia berada ditingkatan teratas sehingga ia berunyung atau berada ditingkatan bawah sehingga ia merugi. Dan kenyataannya kebanyakan anggota piramida merugi kecuali sangat sedikit ditingkatan atas. Kalau begitu, yang mendominasi adalah kerugian. Dan ini adalah hakikat gharar, yaitu ketidakjelasan antara dua perkara, yang paling mendominasi antara keduanya adalah yang dikhawatirkan. Dan Nabi shollallaahu ’alaihi wa sallam telah melarang dari gharar sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya.

Tiga : apa yang terkandung dalam transaksi ini berupa memakan harta manusia dengan kebatilan, dimana tidak ada yang mengambil keuntungan dari akad ini selain perusahaan dan para anggota yang ditentukan oleh perusahaan dengan tujuan menipu anggota lainnya. Dan hal inilah yang datang nash pengharamannya dalam firman Allah Ta’ala:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (An-Nisa’ : 29)

Empat : apa yang terkandung dalam transaksi ini berupa penipuan, pengkaburan dan penyamaran terhadap manusia, dari sisi penampakan produk seakan-akan itulah tujuan dalam transaksi, padahal kenyataannya adalah menyelesihi itu. Dan dari sisi mereka mengiming-imingi komisi besar yang seringnya tidak terwujud. Dan ini terhitung dari penipuan yang diharamkan. (Nabi) shallallaahu ’alaihi wa sallam telah bersabda,

”Siapa yang menipu maka ia bukan dari saya.” (Shohih Muslim)

Dan beliau juga bersabda

”Dua orang yang bertransaksi jual beli berhak menentukan pilihannya selama belum berpisah. Jika keduanya saling jujur dan transparan, niscaya akan diberkati transaksinya. Dan jika keduanya saling dusta dan tertutup, niscaya akan dicabut keberkahan transaksinya.” (Muttafaqun ’alaihi)

Adapun pendapat bahwa transaksi ini tergolong samsarah (jasa sebagai perantara), maka ini tidak benar. Karena samsarah adalah transaksi (dimana) pihak perantara mendapatkan imbalan atas usahanya mempertemukan barang (dengan pembelinya). Adapun pemasaran berjejaring (MLM) anggotanyalah yang mengeluarkan biaya untuk memasarkan produk tersebut. Sebagaimana maksud hakekat dari samsarah adalah memasarkan barang, berbeda dengan pemasaran berjejaring (MLM), maksud sebenarnya adalah pemasaran komisi dan bukan (pemasaran) produk. Karena itu orang yang bergabung (dalam MLM) memasarkan kepada orang yang akan memasarkan kepada orang yang akan memasarkan dan seterusnya (Pengguna barang tersebut adalah anggota MLM, hal ini dikenal dengan istilah user 100%. Berbeda dengan samsarah, (dimana) pihak perantara benar-benar memasarkan kepada calon pembeli barang.

Adapun pendapat bahwa komisi-komisi tersebut masuk dalam kategori hibah (pemberian), ini tidak benar (selengkapnya baca di Majalah An-Nashihah Volume 14 tahun 1429 H/2008 M)

Sumber : Majalah An-Nashihah Volume 14 tahun 1429 H/2008 M

Link sumber: http://isl4my.wordpress.com/2008/12/15/hukum-bisnis-dengan-sistim-mlm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesannya ya...!